tag:blogger.com,1999:blog-12434696306164694092024-03-13T22:40:58.255-07:00pancasila=zionismezaxantizionishttp://www.blogger.com/profile/17169717358826386748noreply@blogger.comBlogger1125tag:blogger.com,1999:blog-1243469630616469409.post-32014165852948130452011-06-30T01:53:00.000-07:002011-06-30T02:00:24.055-07:00azas zionisme dan freemasonryBab 3 : Azas Zionisme dan Freemasonry<br />Gertakan Zionisme dan Freemasonry di seluruh dunia sesungguhnya memiliki asas yang<br />sama. Asas dari dua gerakan ini disebut “Khams Qanun”, lima sila, atau Panca Sila. Kelima<br />Sila itu adalah :<br />1. Monotheisme<br />2. Nasionalisme<br />26 of 82<br />3. Humanisme<br />4. Demokrasi<br />5. Sosialisme<br />Penjelasan tentang lima sila yang terdapat dalam doktrin Yahudi tersebut adalah sebagai<br />berikut<br />1. Monotheisme : Kesatuan Tuhan (Ketuhanan yang Maha Esa) Hendaklah bangsa Yahudi<br />bertuhan dengan Tuhannya masing-masing dan merupakan kesatuan gerak. Maka hai orangorang<br />atheis dan bebas agama di kalangan bangsa Yahudi hendaklah engkau pun bertuhan<br />dengan tuhanmu sendiri bukankah alam pun tuhanmu dan bukankah kudrat alam pun<br />tuhanmu juga? Kalian berlainan agama, kalian berlainan keper-cayaan, kalian berlainan<br />keyakinan, tetapi kalian harus bersatu dan gunung zionisme telah menan-timu. Hendaklah<br />kalian tenggang menenggang, hormat menghormati hai Yahudi seluruh dunia !<br />2. Nasionalisme - Kebangsaan :Berbangsa satu bangsa Yahudi, berbahasa satu bahasa<br />Yahudi dan bertanah air satu tanah air Yahudi Raya (Israel Raya).<br />3. Humanisme : Kemanusiaan yang adil dan beradab berlakulah, janganlah kalian menjadi<br />peniru bangsa Babilon yang telah membuangmu, tetapi bagi luar bangsamu dan yang hendak<br />mem-binasakanmu, kalian adalah bangsa besar dan engkau pun jika keperluanmu mendesak<br />ber-lakulah Syer Talmud baginya, seperti nyanyian Qaballa berbunyi : “Taklukanlah mereka,<br />binasakanlah mereka akan mengambil hakmu, engkau adalah setinggi-tinggi bangsa<br />seumpama menara yang tinggi. Gunakanlah hatimu ketika menghadapi sauda-ramu, karena<br />mereka itu keturunan Yaqub, ketu-runan Israel. Buanglah hatimu ketika menghadapi lawanmu<br />karena mereka itu bukan sekali-kali saudaramu, mereka adalah kambing-kambing perahan<br />dan harta mereka adalah hartamu, rumah mereka adalah rumahmu, tanah mereka adalah<br />tanahmu.”(Syer Talmud Qaballa XI :45)<br />4. Demokrasi : Dengan cahaya Talmud dan Masna dan segala ucapan imam-imam agung<br />bahwa telah diundangkan “Bermusyawarahlah dan berapatlah dan berlakulah pilihan<br />kehendak suara banyak itu karena suara banyak adalah suara Tuhan!”<br />5. Sosialisme : Keadilan sosial yang merata pada masyarakat Yahudi, sehingga setiap orang<br />Yahudi menjadi seorang kaya raya dan menjadi pimpinan dimana pun ia berada, dan menjadi<br />protokol pembuat program. Dalam Nyanyian Qaballa Talmud dikatakan : “Dengan uang kamu<br />dapat kembali ke Yudea, ke Israel karena agama itu tegak dengan uang dan agama itu uang,<br />sesungguhnya wajah Yahwe sendiri yang tampak olehmu itu adalah uang! Cintailah Zion,<br />cintailah Hebran, cintailah akan Yudea dan cintailah seluruh tanah pemukiman Israel, karena<br />engkaulah bangsa pemegang wasiat Hebran tertua yang berbunyi :”Cinta pada tanah air itu<br />sebagian dari iman!” (XL : 46)<br />Asas Zionisme : Khams Qanun<br />1. Internasionalisme<br />2. Nasionalisme<br />3. Sosialisme<br />4. Monotheisme kultural<br />5. Demokrasi<br />Asas Freemasonry dan Zionisme pada dasarnya sama, yang berbeda hanya urutan saja.<br />Keduanya diilhami oleh ajaran Talmud, kitab suci agama Yahudi. ?<br />27 of 82<br />Bab 4 : Pengaruh Doktrin Zionisme & Freemasonry<br />TERHADAP PEMIKIRAN TOKOH PERGERAKAN DI EROPA DAN ASIA<br />GERAKAN Zionisme yang diemban dengan baik oleh gerakan Freemasonry, telah berhasil<br />meng-garap korban-korbannya, baik di Eropa maupun di Asia. Hal ini terbukti dengan apa<br />yang terjadi di Perancis dan di negara-negara Asia Tenggara.<br />Freemasonry Perancis pada 1717 M berasaskan Plotisma. Istilah Plotis merupakan istilah<br />khas mereka yang disebutkan berasal dari dialek Yunani Koin. Plot berarti ambang atau<br />terapung,. Plotisma adalah suatu paham untuk mengambangkan segala ajaran di luar<br />Freemasonry. Jika telah mengambang disuntikkanlah paham-paham bebas dari Freemasonry<br />itu. Freemasonry Perancis pada 1717 M itu terpaksa memasukkan kata-kata “Ketuhanan” dan<br />“Triko-nitas” untuk menarik simpatik golongan Katolik.<br />Lima dasar dari Freemasonry Perancis :<br />1. Nasionalisme<br />2. Sosialisme<br />3. Demokrasi<br />4. Humanisme<br />5. Theologi Kultural.<br />“Hai saudara-saudaraku dengan plotisme kita pun mendapat kunci pembuka seribu pintu<br />kemenangan, dengan plotisme kita mempunyai seribu kunci etika pergaulan.” (Siasah<br />Masuniyah muka 43)<br />Dalam dasar Freemasonry Italia terdapat perbedaan sedikit :<br />1. Nasionalisme<br />2. Trinitas<br />3. Humanitas<br />4. Sosialisme<br />5. Demokrasi.<br />Dalam dasar Freemasonry Palestina terdapat sedikit perbedaan pula:<br />1. Nasionalisme<br />2. Monotheisme<br />3. Humanisme<br />4. Sosialisme<br />5. Demokrasi<br />Pandit Jawarhal Nehru pernah mempunyai gagasan dasar negara India merdeka, yang<br />dibahas di depan Indian Kongres : Panc Svila<br />1. Nasionalisme<br />2. Humanisme<br />3. Demokrasi<br />4. Religius<br />5. Sosialisme<br />Bandingkan dengan San Min Chu I dari Sun Yat Sen :<br />1. Mintsu<br />2. Min Chuan<br />3. Min Sheng<br />4. Nasionalisme, Demokrasi dan Sosialisme<br />Bandingkan dengan lima asas dari Muhamad Yamin, yaitu<br />28 of 82<br />1. Peri kebangsaan<br />2. Peri kemanusiaan<br />3. Peri ketuhanan<br />4. Peri kerakyatan<br />5. Kesejahteraan rakyat<br />Bandingkan dengan lima asas dari Soepomo :<br />1. Persatuan<br />2. Kekeluargaan<br />3. Keseimbangan lahir batin<br />4. Musyawarah<br />5. Keadilan rakyat<br />Bandingkan dengan lima asas dari Soekarno :<br />1. Nationalisme (Kebangsaan)<br />2. Internationalisme (Kemanusiaan)<br />3. Demokrasi (Mufakat)<br />4. Sosialisme<br />5. Ketuhanan<br />Bandingkan dengan lima asas Aquinaldo pim-pinan Nasionalis Filipina. Lima asas ini disebut<br />asas yang lima dari gerakan Katipunan. Sesungguhnya lima asas Katipunan ini disusun oleh<br />Andres Bonifacio 1893 M :<br />1. Nasionalisme<br />2. Demokrasi<br />3. Ketuhanan<br />4. Sosialisme<br />5. Humanisme Filipina<br />Empat asas Pridi Banoyong dari Thailand pada 1932 M:<br />1. Nasionalisme<br />2. Demokrasi<br />3. Sosialisme<br />4. Religius<br />Prinsip indoktrinasi Zionisme, agaknya cukup fleksibel karena mampu beradaptasi dengan<br />pola pikir pimpinan politik di setiap negara. Mengenai urut-urutannya boleh saja berbeda,<br />tetapi prinsip-nya tetap sama, mengacu kepada doktrin baku Zionisme.<br />Bab 5 : Gerakan Freemasonry di Asia Tenggara<br />PADA setiap negara, nama perkumpulan Free-masonry itu berbeda-beda. Ada yang bersifat<br />lokal ada pula yang merupakan cabang dari luar negeri, ada pula yang menghimpun semua<br />aliran pemuda dan organisasi kepemudaan dari segala macam gerakan: Katholik, Budha,<br />Islam, Protestan, sekuler, sosialis, kebangsaan dan sebagainya. Tetapi pimpinannya harus<br />seorang anggota Freemasonry, ada juga seorang yang bodoh dalam agama lalu diasuh<br />Freemason. Karena dianggap mengun-tungkan bagi penguasa, maka aliran-aliran Freemasonry<br />didukung oleh penguasa, dan kebanyakan dari penguasa itu sendiri buta tuli tentang<br />gerakan Freemasonry, dan hanya melihatnya sebagai gerakan amal kebajikan umum. Jika kita<br />kaji, hampir semua gerakan masa atau organisasi masa yang berupa organisasi politik<br />ataupun organisasi amal, telah dimasuki jarum-jarum Freemasonry.<br />29 of 82<br />Hampir semua organisasi kebangsaan di dunia ini, mendasarkan ide gerakannya pada prinsipprinsip<br />Freemasonry. Dan salah satu ciri khasnya, hampir semua organisasi kebangsaan<br />bersikap anti pati, atau sekurang-kurangnya melirik dengan cibiran bibir terhadap Islam.<br />Freemasonry di negara-negara Asia dapat disebutkan antara lain: Thailand dan Malaysia<br />Aliran Freemasonry dimasukkan oleh orang-orang Inggris dan Perancis yang ingin menguasai<br />Siam sehingga menimbulkan krisis Siam. Krisis Siam mulai 1893-1896 M.<br />Freemasonry yang dimasukkan oleh orang Siam, berupa gagasan-gagasan sekularisasi yang<br />diteri-manya manakala orang-orang Siam itu belajar di luar negeri seperti di Inggris. Diantara<br />orang Freemasonry yang terkenal di Siam adalah Pridi Banamyong dan Phya Bahol Sena atau<br />Bahol Balabayuha pada 1955 M.<br />Di Thailand Selatan banyak umat Islam dan dianggap sebagai api dalam sekam, karena itu<br />pemerintah Thailand berusaha menggunakan taktik Freemasonry menghancurkannya sedikit<br />demi sedikit.<br />Daerah yang sekarang disebut Thailand selatan pada masa dahulu berupa kesultanankesultanan<br />yang merdeka dan berdaulat, diantara kesultanan yang terbesar adalah ‘Patani’.<br />Pada abad ke empat belas masuklah Islam ke kawasan itu, raja Patani pertama yang<br />memeluk Islam ialah Ismailsyah.<br />Pada 1603 kerajaan Ayuthia di Siam menyerang kerajaan Patani namun serangan itu dapat<br />digagal-kan.<br />Pada 1783 Siam pada masa raja Rama I Phra Culalok menyerang Patani dibantu oleh oknumoknum<br />orang Patani sendiri, sultan Mahmud pun gugurlah, meriam Sri Patani dan harta<br />kerajaan dirampas Siam dan dibawa ke Bangkok.<br />Maka Tengku Lamidin diangkat sebagai wakil raja atas perintah Siam tetapi kemudian ia pun<br />berontak lalu dibunuh dan digantikan Dato Bangkalan tetapi ia pun memberotak pula.<br />Pada masa raja Phra Chulalongkorn tahun 1878.M Siam mulai mensiamisasi Patani sehingga<br />Tengku Din berontak dan kerajaan Patani pun dipecahlah dan unit kerajaan itu disebut<br />Bariwen. Sebelum peristiwa itu terjadi sesungguhnya pada 1873 M Tengku Abdulqadir<br />Qamaruzzaman telah menolak akan penghapusan kerajaan Patani itu. Kerajaan Patani<br />dipecah dalam daerah-daerah kecil Patani, Marathiwat, Saiburi, Setul dan Jala.<br />Pada 1909 M Inggris pun mengakui bahwa daerah-daerah itu termasuk kawasan Kerajaan<br />Siam. Dan pada tahun 1939 M, Nama Siam diganti dengan Muang Thai.<br />Usaha-usaha Siamisasi yang sejalan dengan Freemasonry itu:<br />Bahasa Siam menjadi bahasa kebangsaan di kawasan Selatan, di sekolah-sekolah<br />merupakan bahasa resmi, tulisan Arab Melayu digantikan tulisan Siam yang berasal dari<br />Palawa.<br />Pada 1923 M, beberapa Madrasah Islam yang dianggap ekstrim ditutup, dalam sekolahsekolah<br />Islam harus diajarkan pendidikan kebangsaan dan pendidikan etika bangsa yang<br />diambil dari inti sari ajaran Budha.<br />Pada saat-saat tertentu anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagu-lagu bernafaskan<br />Budha dan kepada guru harus menyembah dengan sembah Budha. Kementrian pendidikan<br />memutar balik sejarah : dikatakannya bahwa orang Islam itulah yang jahat ingin menentang<br />pemerintahan shah di Siam dan menjatuhkan raja.<br />30 of 82<br />Orang-orang Islam tidak diperbolehkan mempu-nyai partai politik yang berasas Islam bahkan<br />segala organisasi pun harus berasaskan: ‘Kebang-saan’. Pemerintah pun membentuk<br />semacam pangkat mufti yang dinamakan Culamantri, biasanya yang diangkat itu seorang alim<br />yang dapat menjilat dan dapat memutar balik ayat sehingga ia memfatwakan haram melawan<br />kekuasaan Budha.<br />Pada saat-saat tertentu dipamerkan pula segala persenjataan berat, alat-alat militer. Lalu<br />mereka mengundang ulama Islam untuk melihat-lihat, dengan harapan akan tumbuh rasa<br />takut untuk berontak.<br />Akan tetapi orang-orang yang teguh dalam keislamannya itu tetap berjuang fi sabilillah,<br />menegakkan sebuah negeri yang berdaulat berasas Islam ‘Republik Islam Patani’.<br />Di Malaysia, Freemasonry dan segala unsur pahamnya itu dimasukkan oleh penjajah Inggris<br />sehingga orang-orang cerdik pandai Malaysia itupun berpaham sekuler dan berpihak pada<br />Inggris ataupun ingin bebas tetapi tidak mau berasaskan Islam walaupun mereka sendiri<br />mengaku ber-agama Islam.<br />Organisasi-organisasi Freemasonry tersebar di Malaysia itu dengan pelbagai bentuk ada<br />berdasar-kan kebangsaan ataupun organisasi sosial atau pun cabang dari Freemasonry<br />Inggris.<br />Segala upacara yang sekuler dikerjakan dan Islam hanya terbatas pada adat, karena jarum<br />Freemasonry telah masuk dalam tubuh gerakan kemerdekaan, maka partai-partai pun tidak<br />mau berdasarkan Islam dan tetap sekuler walaupun adat agama adakalanya dibawa juga<br />seperti salam dan bismillah seperti tercantum dalam konstitusinya itu.<br />Di Birma kaum Freemasonry dibawa oleh Inggris di antara tokoh-tokohnya yang terkenal :<br />Thakin. Islam di Birma hampir mengalami seperti di Thailand bahkan ada usaha mengusir<br />mereka ataupun menjadikannya mereka sekuler, Islam banyak terdapat di Arakan dan<br />Semelang pada tanah yang berbatasan dengan Patani.<br />Di Filipina umat Islam dikikis habis tetapi tetap bertahan tak mengenal menyerah, pahampaham<br />Freemasonry dimasukkan oleh U.S.A. Sehingga terdapat gerakannya yang berterangterang.<br />Sebagian besar umat Islam Filipina, terdapat di daerah selatan dan Sulu. Siasat pemerintah<br />Filipina untuk menghancurkan Islam ditempuh dengan berbagai cara, antara lain:<br />1. Kekerasan sehingga timbul Gerakan Pembebasan Moro untuk melepaskan diri.<br />2. Melalui pendidikan dengan mensekulerkan anak-anak Islam dan memutar balik fakta<br />sejarah, diharapkannya anak-anak Islam itupun jauh dari Islam.<br />3. Membendung ajaran dari luar sehingga daerah Islam terisolisasi dan terbelakang.<br />4. Membuat Islam tandingan yang mengiakan perintah Nasrani.<br />Singapura :<br />Kaum Freemasonry leluasa bergerak dan didu-kung oleh pemerintah yang sekuler itu. Bahkan<br />markas Freemasonry terbesar terdapat di Singapura. Segala jenis gerakan Freemasonry pun<br />ada. Organisasi-organisasi ini ada sebagian langsung berhubungan dengan negara Israel.<br />Orang-orang Freemasonry Asia Tenggara biasa mengadakan semacam musyawarah lengkap<br />dengan bantuan pemerintah Singapura sendiri, datanglah utusan-utusan dari Kampuchea,<br />Indo-nesia, Laos, Malaysia, Singapura sendiri, Birma dan beberapa peninjau dari Australia,<br />Inggris dan Israel.<br />31 of 82<br />Indonesia:<br />Indonesia adalah negara Asia Tenggara yang masuk daftar terbesar, dan bekas jajahan<br />Belanda. Maka dalam sejarah Belanda sendiri, Negeri Belanda adalah tempat pertemuan<br />Freemasonry se-Eropa. Di negeri Belanda dan Belgia kaum Free-masonry diperbolehkan, dan<br />banyak anggota gerakan itu dari para pejabat pemerintah kerajaan Belanda.<br />Menurut analisis kaum orientalis, bahwa bangsa-bangsa Asia Tenggara itu mudah untuk<br />dimasuki jarum-jarum Freemasonry, karena ada tabiat umum yang disebut Tiga Tabiat<br />Tercela, yaitu.: Malas, Pendek Pikiran dan Suka Latah.<br />Dengan memanfaatkan ketiga sifat itulah, kaum Freemasonry bergerak di Asia Tenggara,<br />mendapatkan tempat yang subur di Indonesia, sekali-pun penduduknya mayoritas beragama<br />Islam. Akan tetapi sebagian besar dari mereka, tidak menganut ajaran Islam yang<br />sesungguhnya. Mereka ini, di Jawa disebut kaum abangan; dan di daerah lainnya, walaupun<br />mereka itu mengaku beragama Islam tetapi tidak berjiwa Islam, adat istiadatnya yang<br />merupakan campuran adat setempat, animis, Hindu, Budha dan Nasrani.<br />Menurut Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia, kerajaan-kerajaan seperti Demak di<br />Jawa, kerajaan Bone di Sulawesi, kerajaan Pagarruyung di Sumatra walaupun disebut<br />kerajaan Islam tetapi dalam tata cara dan adat istiadat mereka masih memuja benda-benda<br />azimat hukum rajam, potong tangan dan sebagainya, belum pernah diberlaku-kan di kerajaankerajaan<br />yang ada di Indonesia itu. Bahkan jika kita perhatikan keadaan Yogyakarta dan<br />Surakarta yang di anggap bekas Islam itu yang tampak hanya upacara ‘syirik’.<br />Gerakan kembali kepada Qur’an dan Sunnah di Indonesia, mendapat tantangan berat dari<br />penguasa dan juga dari kalangan mereka yang disebut muslim.<br />Freemasonry dengan segala pengaruhnya itu telah masuk ke Indonesia sejak masa<br />penjajahan. Gerakan-gerakan kesukuan seperti Budhi Utomo, Paguyuban Pasundan dan<br />sebagainya. Dalam tingkah gerak dan upacara para pimpinannya, sejalan dengan paham<br />Freemasonry dalam mem-benci Islam. Ki Hajar Dewantara yang dianggap tokoh Nasional itu<br />telah memasukkan paham Freemasonry pada anak didiknya. Taman Siswa adalah sebuah<br />lembaga pendidikan sekuler yang anti pati terhadap Islam, ia menolak pendidikan agama dan<br />ia membuat pendidikan moral sendiri yang disebut Budi Pekerti. Dalam kepercayaannya<br />seolah-olah menolak adanya Tuhan Maha Pengatur, segala sesuatu itu ia sebutkan sebagai<br />Kodrat alam.<br />Taman Siswa berusaha menjauhkan anak-anak Islam dari agamanya sendiri, jadilah ia anak<br />sekuler anak yang acuh terhadap agama atau menjadilah ia anak yang menganggap bahwa<br />semua agama itu sama dan semua agama itu baik.<br />Partai-partai kebangsaan di Indonesia berpola dari partai kebangsaan Perancis ciptaan: Freemasonry.<br />Ir. Soekarno dalam semangat juangnya itu ingin meniru jejak Kamal Ataturk, anggota<br />Freemasonry dari Turki. Dalam tulisan-tulisannya banyak di muat puji-pujian pada pimpinan<br />Turki yang ber-usaha menghancurkan umat Islam itu.<br />Sejak awal penjajahan Belanda, mereka telah berusaha sekuat tenaga untuk melumpuhkan<br />Islam itu dengan jalan-jalan politik Freemasonry. Seperti misalnya, memberikan para alim<br />ulama surat pengangkatan, dan menetapkan buku-buku pedo-man yang boleh jadi rujukan,<br />dan buku apa yang terlarang supaya mereka mendidik murid-murid-nya terbatas pada rukun<br />Iman, atau rukun Islam saja ditambah hikayat-hikayat yang penuh takhayul.<br />32 of 82<br />Selain itu, pemerintah Belanda mengambil beberapa orang keturunan Yahudi Belanda untuk<br />mengendalikan umat Islam di Indonesia, maka diputuslah: Gobe, Snock van Horgronje, Van<br />der Plass dan<br />sebagainya.<br />Organisasi teratur yang pertama yang berbadan hukum ialah Sarikat Dagang Islam pada<br />tahun 1903 dan kelak berganti nama menjadi Sarikat Islam yang bergerak dalam bidang<br />politik.<br />Pada tahun 1914 datanglah ke Semarang orang-orang sosialis dan aktifis Freemasonry<br />Belanda, mereka sengaja didatangkan untuk memporak porandakan Sarikat Islam. Mereka<br />adalah: H.F.J.M Sneevliet, J.A. Brandsteder, H.W. Deker dan P. Bergsma. Mereka mendirikan<br />Indische Sociaal Democratiesche Vereniging.<br />Pada tahun 1917 M gerakan Freemasonry membangun jaringan-jaringan pada Sarikat Islam.<br />Selanjutnya, pada tahun 1918 M Sarikat Islam pun dapat di pecah belah dalam dua aliran,<br />yakni Sarikat Islam sebagai asas, lalu Sarikat Islam yang telah dimasuki Freemasonry itu<br />dengan unsur-unsur Marxisme-nya, dinamakanlah Sarikat Islam Kiri atau Revolusioner Sosial<br />dan di pimpin oleh Muso, Alimin, Tan Malaka dan sebagainya.<br />Pada tahun 1920 I.S.D.V dengan politik Free-masonrynya itu sengaja memecah diri, ada aliran<br />kanan yang dinamakan Indische Sociaal Demokrasi dan ada aliran kiri yang menyatukan diri<br />dengan Sarikat Islam Kiri menjadilah ‘Sarikat Merah’, Sarikat Merah pun pada awal 1919 M<br />mengirimkan utusannya ke Moskwa, dalam membentuk Komin-tern (Komunis Internasional)<br />yang berpusat di Kremlin Moskwa itu.<br />Pada 23 Mei 1920 M terbentuklah Partai Komu-nis Indonesia dibawah pimpinan Semaun,<br />Darsono, anggotanya : Baars.<br />Pada 12 Nopember 1926 timbullah Partai Nasional Indonesia dan Gerindo, Partai Nasional<br />Indonesia itu berasaskan Marhaenisme, paham marhaen yang di ambil dari nama seorang<br />petani Bandung: Marhaen, yang kemudian menjadi akronim dari Marxisme, Haegel dan<br />Nasionalisme.<br />Di Indonesia pada masa itu banyak timbul gerakan-gerakan Partai Nasional, dan sering<br />menumbulkan perdebatan dengan tokoh-tokoh Islam, karena sikap golongan kebangsaan<br />yang menghina Islam. Ir. Soekarno pada satu segi menerima Islam yang dibawakan oleh<br />almarhum Ustadz Hassan bin Ahmad, tetapi dalam segi lain Soekarno menolaknya, ia tidak<br />mau menjadikannya sebagai asas.<br />Pada tulisan-tulisan Soekarno pada 1927 M telah dirintislah penyatuan paham Nasionalisme,<br />Islam dan Marxisme. Lihat dalam: Di bawah Bendera Revolusi jilid pertama.<br />Pada hakekatnya kaum Nasionalisme itu menolak Islam walaupun sebagian anggotanya itu<br />mengaku beragama Islam. Mereka hanya meng-anggap Islam hanya salah satu adat dan<br />keper-cayaan bangsa Arab, bahkan pernah salah seorang diantara mereka mengatakan:<br />‘Digul lebih baik dari pada Mekah!’. Jika kita teliti gerak-gerik kaum kebangsaan, ucapanucapannya,<br />tulisan-tulisannya dapat ditarik kesimpulan, bahwa mereka sebenarnya adalah<br />pelaksana dari program Freemasonry di Indonesia.?<br />33 of 82<br />Bab 6 : Operasi Ular Berbisa di Indonesia<br />Bung Karno, sebuah nama legendaris di Indonesia. Kebesaran namanya telah melampaui<br />jasa-jasanya. Di mata pengagumnya, Bung Karno, presiden RI pertama, hampir-hampir tidak<br />memiliki sisi negatif. Bahkan sebagian besar rakyat muslim pernah mengangkatnya sebagai<br />Ulil Amri Ad-Dharury bis Syaukah.<br />Seorang sejarawan Arab, bernama Dr. Abdullah Tal, mencoba meneropong sisi kehidupan<br />Soekarno dari presfektif yang sama sekali berbeda dengan yang kita kenal selama ini.<br />Selengkapnya, ikutilah tulisan beliau di bawah ini yang kami terjemahkan dari kitab Al-’Afal<br />Yahudiyah fi Ma’aqilil Islami (Operasi Ular Berbisa di negara-negara Islam). Kitab ini menyoroti<br />sepak terjang pemimpin- pemimpin negara yang menjadi agen-agen Zionis dan beroperasi di<br />negara-negara Islam.<br />INDONESIA merupakan negara dengan penduduk terbesar kelima setelah Cina, India, Uni<br />Sovyet dan Amerika Serikat. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 3000<br />pulau lebih, yang terbesar adalah Irian, Kalimantan, Sumatera, dan Jawa. Luas wilayahnya<br />mencapai 735.865 mil persegi8) dan termasuk negeri terkaya di dunia. Dalam pembahasan ini<br />kami hendak mengetengahkan bahaya yang dihadapi negeri besar ini, karena sepak terjang<br />Zionisme Internasional dan Komunis yang mencengkeram negeri tersebut.<br />Sembilan puluh persen dari penduduknya beragama Islam. Islam tidak pernah menghadapi<br />suatu tempat yang begitu dipenuhi oleh pemikiran dan keyakinan yang berlawanan dengan<br />Islam seperti yang terjadi di Indonesia. Yaitu perintang dari agama Hindhu dan Budha , pada<br />masa-masa takhayul dan khurafat dahulu. Islam menghadapi keadaan ini dengan penuh<br />semangat ketenangan dan maju dengan langkah damai, jauh dari senjata, tentara, dan<br />armada tempur; tetapi hanya dengan mengandalkan kekuatan yang terkandung dalam ajaran<br />Islam yang bersifat toleran, sederhana, dan utuh. Ketika benteng-benteng perintang yang<br />begitu kokoh mengalami serbuan dakwah, tiba-tiba hati dan pikiran penduduknya terbuka<br />untuk menerima kebenaran. Dengan begitu Islam tersiar, berkembang dan mendapatkan<br />ribuan pemeluk tanpa kekerasan dan paksaan. Tiba-tiba mayoritas dari penduduk kepulauan<br />ini beriman kepada Allah dan Muhammad rasulullah saw. dengan suatu cara yang hampirhampir<br />merupakan muk-jizat. Para pedagang Muslim yang datang menye-barkan Islam ke<br />negeri ini melakukannya tidak sebagaimana badan-badan kristenisasi yang dilengkapi dengan<br />ilmu, kemampuan, dan dana organisasi yang teratur, tetapi mereka mela-kukannya secara<br />individual yang ditopang oleh keimanan yang mendalam, dan semangat yang tinggi di dalam<br />diri mereka, sehingga berhasillah mereka mewujudkan keajaiban tersebut, sehingga Allah<br />memberikan balasan yang baik kepada mereka. Dengan demikian menjadi jelaslah secara<br />ilmiah, bahwa Islam tidak disebarkan melalui pedang.<br />Penyebaran Islam di kepulauan Indonesia (dahulu disebut kepulauan Melayu) telah tuntas<br />sebelum datangnya penjajah Belanda yang meram-pas negeri ini sejak abad ke-16.9) Kolonial<br />Belanda baru keluar dari negeri ini setelah serbuan Jerman dan Jepang pada tahun 1942, dan<br />angkatan perang Jepang berhasil menduduki seluruh kepulauan Melayu, kemudian hengkang<br />dari negeri ini pada tahun 1945 setelah Amerika menjatuhkan bom atomnya di Hiroshima,<br />sehingga mempercepat kemenangan Amerika dalam Perang Dunia ke II ini.<br />Setengah abad pertama dari masa penjajahan Belanda selama 3,5 abad di Indonesia,<br />Belanda mendapatkan perlawanan sengit dari puluhan juta rakyat Muslim Indonesia yang<br />miskin atas kekejaman kolonialisme yang keji. Dalam masa perla-wanan baik yang dilakukan<br />di bawah tanah maupun terang-terangan, muncullah tokoh-tokoh pejuang Indonesia seperti<br />Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Mohammad Roem, Soekarno, Ahmad Soebardjo,<br />Sjahrir, dan Kasman Singodimedjo.<br />34 of 82<br />Sewaktu penjajahan Jepang, para tokoh di atas dan lain-lainnya melakukan perlawanan<br />secara rahasia terhadap Jepang, tetapi Soekarno adalah salah satu tokoh yang mengajak<br />bekerja sama dengan angkatan perang penjajah Jepang, karena itu dia dianggap sebagai<br />tokoh yang moderat 10). Penjajah Belanda dan Jepang memaksa Soekarno untuk menjadi<br />juru bicaranya, dengan imbalan, Soekarno diangkat sebagai tokoh utama lantaran<br />kemampuannya yang luar biasa dalam mem-pengaruhi pikiran publik. Ia dicintai oleh rakyat,<br />dan di depan namanya mereka tambahkan kata Ahmad, sehingga nama lengkapnya menjadi<br />Ahmad Soekarno. Hubungan Soekarno dengan Islam sama persis sebagaimana Kemal<br />Attaturk di Turki dengan Islam, yang secara lahiriah menam-pakkan perhatiannya kepada<br />Islam, tetapi di balik itu, ia melakukan tipu daya terhadap rakyat dan ulama guna<br />memantapkan kekuasaan seperti yang diperbuat oleh Kemal Attaturk. Begitulah yang<br />dilakukan oleh Soekarno sejak ia memegang kekuasaan di Indonesia sebagai presiden pada<br />23 Agustus 1945.11) Soekarno dengan terang-terangan tidak mengacuhkan Islam dan<br />menyatakan perang terhadap partai-partai Islam dan menggalakkan kemajuan partai Komunis<br />serta badan-badan penyebaran Kristen dengan biaya negara. Ringkas-nya tindakan-tindakan<br />Soekarno yang busuk itu, telah menjerumuskan Indonesia ke dalam suasana kacau dan<br />kemelut yang terjadi dewasa ini, yaitu :<br />Sejak ia memegang kekuasaan telah meng-umumkan strategi tipu dayanya yang pertama<br />dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar dan filsafat negara bangsa Indonesia. Pancasila<br />ini terdiri dari ke-Tuhan-an yang Maha Esa, Kema-nusiaan, Kebangsaan, Kedaulatan Rakyat,<br />dan Keadilan Sosial. Kata-kata Pancasila ini selalu diucapkan berulang-ulang oleh orang<br />Indonesia yang secara sepintas terlihat baik dan membawa “rahmat” tetapi pada hakikatnya<br />adalah racun yang ditebarkan oleh Soekarno untuk tujuan menggalang kerja sama antara<br />rakyat Indonesia yang 90% Muslim dengan golongan-golongan lain, terutama sekali dengan<br />golongan Komunis dalam kedudukan yang sama.<br />Alasannya adalah, untuk menyatukan barisan nasional dalam menghadapi kekuatan kolonial.<br />Soekarno memecah belah kekuatan revolusioner yang sebenarnya, terutama sekali partai<br />Masyumi dan Syarikat Islam yang merupakan kekuatan penentang penjajah Belanda dan<br />Jepang. Bahkan para tokoh utama dari pejuang-pejuang tersebut dipenjarakan oleh Soekarno<br />seperti Mohammad Natsir, mantan Perdana Menteri setelah Prok-lamasi, Dr. Sjahrir, Ahmad<br />Soebardjo, mantan Menteri Luar Negeri, Burhanuddin Harahap, mantan Perdana Menteri<br />tahun 1955, Mohammad Roem, mantan ketua delegasi perundingan Konferensi Meja Bundar<br />tahun 1949 dan Menteri Pendidikan, karena Kementerian ini melarang penerbitan buku dan<br />selebaran-selebaran anti Komunis yang begitu gencar di negeri ini. Beberapa tahun setelah<br />Soekarno memegang kekuasaan, teman-temannya yang dahulu berjuang bersamanya,<br />dijebloskan ke dalam penjara atau dikenai tahanan rumah atau tahanan rumah sakit, karena<br />mereka menghalangi langkah Soekarno untuk menghancurkan Islam dan menyerahkan<br />Indonesia ke tangan Komunis serta golongan Kristen.<br />Soekarno menggalakkan para misionaris untuk menyebarkan Kristen dalam bentuk yang<br />belum pernah terjadi sebelumnya, sekalipun pada masa penjajahan Belanda yang<br />berlangsung 300 tahun lebih. Pemerintah Soekarno turut mendanai badan-badan misionaris<br />Kristen bahkan ia mengijinkan Kristenisasi di kalangan militer Indonesia atas biaya negara.<br />Ada sebanyak 260 tokoh-tokoh Pendeta Kristen Protestan yang bekerja di lingkungan militer<br />dengan gaji negara.12) Pada masa Soekarno dan dalam sejarah Islam pertama di Indonesia<br />terjadi ribuan orang Islam pindah ke agama Kristen dengan sepenge-tahuan pemerintah<br />Soekarno. Akibat dari politik ini, maka dengan cepat jumlah orang Kristen mencapai lebih dari<br />5 Juta orang yang berarti berlipat ganda sekian kali jumlahnya dibandingkan masa penjajahan<br />Belanda.<br />35 of 82<br />Soekarno menggalakkan Komunis dan menge-labui rakyat Indonesia dengan doktrin<br />Nasakom-nya guna menggalang kerja sama antara kaum Muslimin dan golongan Komunis<br />untuk mela-wan penjajah. Rakyat menerima ajakan pemim-pin besarnya, karena mereka<br />menganggap munculnya kolonialis baru yang mengancam negeri mereka dan untuk<br />menghadapi bahaya penjajahan yang fatamorgana ini hanya bisa dilakukan dengan cara<br />bekerja sama antara golongan Islam dan golongan Komunis.13) Dengan demikian golongan<br />Komunis menjadi kuat berkat bantuan pemerintah sendiri dan paham Komunis meresap ke<br />seluruh penjuru negeri, bahkan ke dalam tubuh militer Indonesia sendiri. Para perwira yang<br />Komunis memberikan latihan militer kepada ribuan teman-teman Komunisnya untuk<br />menghadapi hari H.14) Kerja sama antara Soekarno dan golongan Komunis tidak lagi menjadi<br />rahasia bagi setiap orang di Indonesia maupun di luar negeri, kecuali mereka yang terbuai<br />oleh kelicikan Soekarno pada masa-masa perjuangan bawah tanah dan terang-terangan di<br />masa lalu. Patut diketahui bahwa jumlah kaum Komunis telah berkembang menjadi 3 Juta<br />lebih di masa Soekarno padahal di zaman penjajahan Belanda hanya beberapa ribu orang<br />saja.15)<br />Soekarno melicinkan jalan bagi kolega-kolega Cina Komunis untuk menguasai perekonomian<br />negeri ini sehingga jumlah orang-orang Cina yang menonjol semakin besar. Begitu juga<br />penyebaran majalah Yahudi yang dicetak di India dengan beraninya disalurkan melalui<br />Kedutaan India di Jakarta. Soekarno melayani kepentingan Yahudi tidak secara langsung,<br />tetapi melalui partai Komunis yang menjadi kepanjangan tangan dari gerakan Zionisme Yahudi<br />Internasional. Adakah pelayanan yang lebih besar bagi kepentingan Yahudi lebih dari upaya<br />menyerahkan negeri yang besar ini ke tangan golongan Komunis dan menempatkan negeri ini<br />di bawah pengaruh Komunis RRC ataupun Komunis Rusia ?.<br />Hari H<br />Soekarno merasa bahwa ajalnya sudah hampir tiba, maka dia tidak ingin mati sebelum dapat<br />memberikan pelayanan terakhir yang berharga kepada kolega Komunisnya. Ia menyadari<br />bahwa sangat sulit menjebol akar Islam bila dia telah mati. Karena itu dia ingin menyelesaikan<br />urusan ini dan menyerahkan kekuasaan negara kepada Partai Komunis, baru kemudian dia<br />bisa dengan tenang menutup mata untuk selamanya. Soekarno tidak perlu berpikir keras<br />mencari solusi, karena kolega-koleganya yang berpengalaman cukup lihai untuk mencari<br />solusi dan dalih sebagai justifikasi (pembenar). Mereka adalah intelijen-intelijen yang pandai<br />menciptakan kebohongan dan membuat fitnah kepada tokoh-tokoh yang baik. Oleh karena itu,<br />Soekarno bersepakat dengan mereka untuk mengadakan revolusi sehingga kelak kekuasaan<br />pemerintah jatuh ke tangan mereka. Mereka lalu mengadakan komplotan dan fitnah dengan<br />menyebarkan tuduhan bahwa ada beberapa jenderal Muslim yang berniat untuk<br />menggulingkan Soekarno. Komplotan yang palsu ini mendorong perwira-perwira Komunis<br />untuk melakukan tindakan dan menghabisi sejumlah Jenderal serta teman dan pendukung<br />mereka. Operasi pemban-taian yang keji ini telah berlangsung dengan cara-cara yang sangat<br />mengerikan pada awal Oktober 1965. Bahkan salah seorang puteri dari Jenderal tersebut mati<br />ditembus oleh peluru kaum Komunis, karena bapaknya yang Jenderal bersembunyi di<br />belakang tembok taman dan lepas dari maut.<br />Kaum Komunis membantai 6 orang Jenderal dalam satu waktu dan mereka dapat menguasai<br />angkatan udara serta sejumlah besar kelompok militer. Mereka mengumumkan, bahwa<br />mereka telah melakukan pembunuhan tersebut demi menyelamatkan pemimpin besar<br />Soekarno dari usaha kudeta yang telah disiapkan oleh beberapa Jenderal. Allah masih<br />berkehendak untuk menye-lamatkan Negeri ini dengan munculnya perlawanan yang dipimpin<br />oleh Nasution, seorang Jenderal beragama Islam dan Soeharto sebagai koleganya.<br />Komplotan ini dapat dibasmi dan terungkap tipu daya serta kebohongannya. Cara-cara<br />komplotan ini melakukan pembasmian, teror, dan pembunuhan massal yang tidak mengenal<br />36 of 82<br />belas kasihan atau adab sopan dan adat-istiadat. Pada akhirnya terungkap apa yang<br />sebebnarnya terjadi dan membuat Soekarno jatuh dari kekuasaannya karena telah berkomplot<br />dengan Partai Komunis. Kemudian muncullah pemerintahan baru untuk melakukan penertiban<br />dan pemulihan keamanan. Peran Soekarno di Indonesia akhirnya terungkap, dan ia tidak<br />sanggup lagi melindungi Partai Komunis untuk menutup kesalahannya yaitu pengkhianatan<br />dan tipu daya. Soekarno hanya dapat melakukan pembelaan melalui pidato guna<br />menyelamatkan apa yang masih dapat diselamat-kan dari reruntuhan komplotan Komunis<br />dengan dirinya.<br />Suatu saat dia berpidato : ”Bahwa golongan-golongan yang berusaha untuk menghabisi Partai<br />Komunis di Indonesia ibaratnya seperti orang yang berusaha mematahkan besi”. Saat yang<br />lain dia berpidato untuk meminta didirikan monumen bagi kaum Komunis yang telah<br />memberikan pengor-banan besar dalam perjuangan kemerdekaan negeri ini .16) Soekarno<br />hari ini telah berada di ambang sakaratul maut politiknya, yang kelak waktulah akan<br />mengungkapkannya sebelum ajalnya datang, apakah dia termasuk dalam barisan pahlawan<br />atau penghianat.17) Soekarno bukan orang bodoh atau dungu jika kita ingin mengatakan,<br />bahwa kebi-jakan-kebijakan yang dilakukannya adalah dilan-dasi oleh niat baik, tetapi telah<br />terjadi kesalahan di sana-sini. Sesungguhnya dia adalah seorang yang amat lihai karena ia<br />mampu memainkan peran rahasia dan melayani kepentingan Yahudi Inter-nasional sepenuh<br />hati, dan rasa tanggung jawab sekalipun dengan mengorbankan masa lalunya dan masa<br />kininya serta menghadapi bahaya dalam hidupnya demi mensukseskan peran yang diletakkan<br />di atas pundaknya, dan menjalankan sandiwara di atas panggung sejarah Indonesia.<br />Karena sesungguhnya Soekarno adalah seorang keturunan Yahudi suku Dunamah.18)Allah<br />telah melindungi Indonesia dan rakyatnya yang Muslim dan pem-berani dan militernya yang<br />ksatria yang telah berhasil menghancurkan kekuatan Komunis terbesar di luar negara-negara<br />Komunis. (Diter-jemahkan dari “ Al Af’al Yahudiyah fii Ma’aqilil Islami, Dr, Abdullah Tal, bab V,<br />hal. 128-133, terbitan Al Maktab Al Islamy, Beirut, 26 Agustus 1971). ?<br />Bab 7 : Pancasila Soekarno<br />DALAM masa pendudukan Jepang di Indonesia, Kekaisaran Jepang, melalui Perdana Menteri<br />Kuniaki Koiso mengumumkan janji pemberian kemerdekaan kepada segenap rakyat<br />Indonesia. Pengumuman ini dikeluarkan di depan resepsi istimewa The Imperial Diet yang ke<br />85 pada 7 September 1944.<br />Langkah pertama pelaksanaan janji ini ialah pembentukan “Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai” atau<br />BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 29 April<br />1945, hari ulang tahun Kaisar Jepang. Badan Penyelidik yang beranggotakan 62 orang ini,<br />termasuk Dr. Rajiman Widyodiningrat dan R.P. Soeroso masing-masing sebagai Ketua dan<br />Wakil Ketua, dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 dan menyelesaikan tugasnya di Gedung<br />Pejambon dalam dua kali sidang. Pertama, berlangsung dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1<br />Juni 1945. Dan yang kedua, berlangsung dari tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945. Pada<br />hari terakhir sidang pertama, Soekarno, salah seorang anggota Badan Penyelidik,<br />menyampaikan pidato sebagai berikut:<br />Saudara-saudara! sesudah saya bicarakan tentang hal “merdeka”, maka sekarang saya<br />bicarakan tentang hal dasar.<br />Paduka tuan Ketua yang mulia! Saya mengerti apakah yang paduka tuan Ketua kehendaki!<br />Paduka tuan Ketua minta dasar, minta philosophische grondslag, atau, jikalau kita boleh<br />memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka tuan Ketua yang mulia meminta suatu<br />“Weltanschauung”, di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.<br />Kita melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak di antara<br />negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas suatu “Weltanschauung”. Hitler mendirikan<br />37 of 82<br />Jermania di atas “national-sozialistische Weltanschauung”, filsafat-nasional-sosialisme telah<br />menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler itu. Lenin mendirikan negara<br />Sovyet di atas satu “Weltanschauung”, yaitu Marxistische, Historisch-Materialistische<br />Weltanschauung. Nippon mendiri-kan negara Dai Nippon di atas satu “Weltans-chauung”,<br />yaitu yang dinamakan “Tennoo Koodoo Seishin”. Di atas “Tennoo Koodoo Seishin”, inilah<br />negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu<br />“Weltanschauung”, bahkan di atas satu dasar agama, yaitu Islam. Demikian itulah yang<br />diminta oleh Paduka tuan Ketua yang mulia: Apakah “Weltanschauung” kita, jikalau kita<br />hendak mendiri-kan Indonesia yang merdeka?<br />Tuan-tuan sekalian, “Weltanschauung” ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati kita<br />dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang. Idealis-idealis di seluruh dunia<br />bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam “Weltanschauung”, bekerja matimatian<br />untuk me-realiteitkan” “Weltanschauung” mereka itu. Maka oleh karena itu, sebenarnya<br />tidak benar perkataan anggota yang terhormat Abikusno, bila beliau berkata, bahwa banyak<br />sekali negara-negara mer-deka didirikan di dalam 10 hari oleh Lenin c.s”, - John Reed, di<br />dalam kitabnya: Ten days that shook the world, “sepuluh hari yang menggoncangkan dunia”,<br />walaupun Lenin mendirikan Sovyet-Rusia di dalam 10 hari, tetapi “Weltanschauung” telahnya<br />tersedia berpuluh-puluh tahun. Terlebih dulu telah tersedia “Weltanschauung”-nya, dan di<br />dalam 10 hari itu hanya sekedar direbut kekuasaan, dan ditempatkan negara baru itu di atas<br />“Weltanschauung” yang sudah ada. Dari 1895 “Weltanschauung”itu telah disusun. Bahkan<br />dalam revolutie 1905, Weltans-chauung itu “dicobakan”, di “generale-repetitie-kan”.<br />Lenin, di dalam revolusi tahun 1905 telah mengerjakan apa yang dikatakan oleh beliau sendiri<br />“generale-repetitie” dari pada revolusi tahun 1917. Sudah lama sebelum 1917,<br />“Weltanschauung” itu disedia-sediakan, bahkan diikhtiar-ikhtiarkan. Kemudian, hanya dalam<br />10 hari, sebagai dikatakan oleh John Reed, hanya dalam 10 hari itulah didirikan negara baru,<br />direbut kekuasaan, ditaruh-kan kekusaan itu diatas “Weltanschauung” yang telah berpuluhpuluh<br />tahun umurnya itu. Tidakkah pula Hitler demikian?<br />Di dalam tahun 1933 Hitler menaiki singgasana kekuasaan, mendirikan negara Jermania di<br />atas National-sozialistische Weltanschauung. Tetapi kapankah Hitler mulai menyediakan dia<br />punya “Weltanschauung” itu? Bukan di dalam tahun 1933, tetapi di dalam tahun 1912 dan<br />1922 beliau telah bekerja, kemudian mengikhtiarkan pula, agar supaya Nazisme ini,<br />“Weltanschauung” ini, dapat menjelma dengan dia punya “ Munchener Putsch”, tetapi gagal.<br />Di dalam 1933 barulah datang saatnya yang beliau dapat merebut kekua-saan, dan negara<br />ditelakkan oleh beliau di atas “Weltanschauung” yang telah dipropagandakan berpuluh-puluh<br />tahun itu.<br />Maka demikian pula, jika kita hendak mendiri-kan negara Indonesia Merdeka, Paduka tuan<br />Ketua, timbullah pertanyaan: Apakah “Weltanschauung” kita, untuk mendirikan negara<br />Indonesia Merdeka diatasnya? Apakah nasional-sosialisme? Apakah historisch-materialisme?<br />Apakah San Min Chu I, sebagai dikatakan oleh doktor Sun Yat Sen?<br />Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok Merdeka, tetapi “Weltanschauung”<br />nya telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di<br />dalam buku “The three people’s principles” San Min Chu I, - Mintsu, Minchuan, Min Sheng, -<br />nasionalisme, demokrasi, sosialisme, - telah digambarkan oleh doktor Sun Yat Sen<br />Weltanschauung itu, tetapi baru dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas<br />“Weltanschauung” San Min Chu I itu, yang telah disediakan terdahulu berpuluh tahun.<br />Kita hendak mendirikan negara Indonesia, merdeka di atas “Weltanschauung” apa? Nasionalsosialisme-<br />kah, Marxisme-kah, San Min Chu I-kah, atau “Weltanschauung” apakah?<br />38 of 82<br />Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah<br />dikemuka-kan macam-macam, tetapi alangkah benar perkataan dr. Soekiman, perkataan Ki<br />Bagus Hadikusumo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan paham. Kita<br />bersama-sama mencari persatuan philosophische grondslag, mencari satu “Weltanschauung”<br />yang kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang saudara Yamin setuju, yang Ki Bagus<br />setujui, yang Ki Hajar setujui, yang sdr. Sanusi setujui, yang sdr. Abikusno setujui, yang sdr.<br />Lim Kun Hian setujui, pendeknya kita semua mencari modus. Tuan Yamin, ini bukan<br />compromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita bersama-sama setujui.<br />Apakah itu? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya: Apakah kita hendak mendirikan<br />Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara<br />Indonesia Merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk<br />meng-agungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya,<br />untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan?<br />Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang bernama kaum<br />kebang-saan yang disini, maupun saudara-saudara yang dinamakan Islam, semuanya telah<br />mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan<br />suatu negara “semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik<br />golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tetapi “semua buat semua”. Inilah salah<br />satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam<br />saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang Dokoritsu Zyunbi<br />Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun lebih, ialah: Dasar pertama, yang baik<br />dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan.<br />Kita mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia.<br />Saya minta, saudara Ki Bagus Hadikusumo dan saudara-saudara Islam lain: maafkanlah saya<br />memakai perkataan “kebangsaan” ini! Sayapun orang Islam. Tetapi saya minta kepada<br />saudara-saudara, janganlah saudara-saudara salah paham jikalau saya katakan bahwa dasar<br />pertama buat Indonesia ialah dasar kebangsaan. Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti<br />yang sempit, tetapi saya menghendaki satu nationale staat, seperti yang saya katakan dalam<br />rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu Nationale staat Indonesia bukan<br />berarti staat yang sempit. Sebagai saudara Ki Bagus Hadikusumo katakan kemarin, maka<br />tuan adalah orang bangsa Indonesia, nenek tuanpun bangsa Indonesia, datuk-datuk tuan,<br />nenek moyang tuanpun bangsa Indonesia. Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti<br />yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagus Hadikusumo itulah, kita dasarkan negara Indonesia.<br />Satu Nationale Staat! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski saya di dalam rapat besar<br />di Taman Raden Saleh sedikit-sedikit telah menerang-kannya. Marilah saya uraikan lebih jelas<br />dengan mengambil tempo sedikit: Apakah yang dinamakan bangsa? Apakah syaratnya<br />bangsa?<br />Menurut Renan syarat bangsa ialah “kehendak akan bersatu”. Perlu orang-orangnya merasa<br />diri bersatu dan mau bersatu.<br />Ernest Renan menyebut syarat bangsa: “le desir d’etre ensemble”, yaitu kehendak akan<br />bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu satu gerombolan<br />manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.<br />Kalau kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi Otto Bauer, di dalam bukunya “Die Nationalitatenfrage”,<br />disitu ditanyakan: “Was ist eine Nation?” dan jawabnya ialah: “Eine Nation ist eini<br />aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Caharakter-gemeinschaft”. Inilah menurut Otto Bauer<br />satu natie. (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib).<br />39 of 82<br />Tetapi kemarinpun, tatkala, kalau tidak salah, Prof. Supomo mensitir Ernest Renan, maka<br />anggota yang terhormat membuat rencana. Yamin berkata: “verouderd”, “sudah tua”. Memang<br />tuan-tuan sekalian, definisi Ernest Renan sudah “verouderd”, sudah tua. Definisi Otto Bauer<br />pun sudah tua. Sebab tatkala Ernest Renan mengadakan definisinya itu, tatkala Otto Bauer<br />mengadakan definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru,<br />yang dinamakan Geopolitik.<br />Kemarin, kalau tidak salah, saudara Ki Bagus Hadikusumo, atau tuan Munandar, mengatakan<br />tentang “Persatuan antara orang dan tempat”. Persatuan antar orang dan tempat, tuan-tuan<br />sekalian!<br />Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di<br />bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka<br />hanya memikir-kan “Gemeinschaft”nya dan perasaan orangnya, “I ame et le desir”. Mereka<br />hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami<br />manusia itu. Apakah tempat itu? Tempat itu yaitu tanah air. Tanah air itu adalah satu kesatuan<br />Allah swt membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat<br />menunjukkan dimana “kesatuan-kesatuan” disitu. Seorang anak kecilpun, jikalau ia melihat<br />peta dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan.<br />Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau di antara 2 lautan<br />yang besar Lautan Pacific dan lautan Hindia, dan di antara 2 benua, yaitu benua Asia dan<br />benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera,<br />Borneo, Selebes, Halmahera, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil<br />diantaranya, adalah satu kesatuan. Demikian pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta<br />bumi, bahwa pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir Timur benua Asia sebagai<br />“golfbreker” atau penghadang gelombang lautan Pacifis, adalah satu kesatuan.<br />Anak kecilpun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi<br />oleh lautan Hindia yang luas dan gunung Himalaya. Seorang anak kecil pula dapat<br />mengatakan, bahwa kepulauan Inggris adalah satu kesatuan.<br />Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai satu kesatuan pula. Itu ditaruhkan oleh<br />Allah swt demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athena saja, bukan Macedonia saja, tetapi<br />Sparta plus Athene plus Macedonia plus daerah Yunani yang lain-lain, segenap kepulauan<br />Yunani, adalah satu kesatuan.<br />Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah darah kita, tanah air kita? Menurut geopolitik,<br />maka Indonesialah Tanah air kita . Indonesia yang bulat, bukan Jawa saja, bukan Sumatera<br />saja, atau Borneo saja atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap<br />keperluan yang ditunjuk oleh Allah swt menjadi satu kesatuan antara dua benua dan dua<br />samudera, itulah Tanah air kita!<br />Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat, antara rakyat dan buminya,<br />maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan oleh Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak<br />cukup “le desir d’etre ensemble”, tidak cukup definisi Otto Bauer “aus Schiksalsgemeinschaft<br />erwachsene Charakter-gemeinschaft” itu. Maaf saudara-saudara, saya mengambil contoh<br />Minangkabau. Diantara bangsa di Indonesia, yang paling ada “desir d’etre ensem-ble”, adalah<br />rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2,5 milyun. Rakyat ini merasa dirinya satu<br />keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bahagian kecil dari<br />pada satu kesatuan! Penduduk Yogya pun adalah merasa “le desir d’etre ensemble”, tetapi<br />Yogya pun hanya satu bahagian kecil dari pada satu kesatuan. Di Jawa-Barat rakyat<br />Pasundan sangat merasakan “le desir d’etre ensemble” tetapi Sundapun hanya satu bahagian<br />kecil dari pada satu kesatuan.<br />40 of 82<br />Pendek kata bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang yang<br />hidup dengan “le desir d’etre ensemble” diatas daerah yang kecil seperti Minangkabau, atau<br />Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah seluruh manusiamanusia<br />yang, menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah swt tinggal dikesatuannya<br />semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke Papua! Seluruhnya!<br />Karena antara manusia 70.000.000 ini sudah ada “le desir d’etre ensemble”, sudah terjadi<br />“Charaktergemeinschaft”! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, ummat Indonesia jumlah<br />orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi satu, satu, sekali lagi satu!<br />(tepuk tangan hebat).<br />Kesinilah kita semua harus menuju : men-dirikan satu nationale Staat, di atas kesatuan bumi<br />Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Papua. Saya yakin tidak ada satu golongan diantara<br />tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan yang dinamakan “golongan<br />kebangsaan”. Kesinilah kita harus menuju semuanya.<br />Saudara-saudara, jangan orang mengira , bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah satu<br />natinale staat! Bukan Pruisen, bukan Beiren, bukan Saksen adalah nationale staat, tetapi<br />seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang di Utara dibatasi oleh pegunungan Alpen, adalah<br />nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh<br />segitiga Indialah nanti harus menjadi nationale staat.<br />Demikian pula bukan semua negeri-negeri ditanah air kita yang merdeka dijamin dahulu,<br />adalah natoinale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat, yaitu dijaman Sri Wijaya<br />dan dijaman Majapahit. Diluar dari itu kita tidak mengalami nationale staat. Saya berkata<br />dengan penuh hormat kepada kita punya raja-raja dahulu, saya berkata dengan beribu-ribu<br />hormat kepada Sultan Agung Hanyokrokusumo bahwa Mataram, meskipun merdeka, bukan<br />nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Perabu Siliwangi di Pajajaran, saya berkata,<br />bahwa kerajaannya bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Agung<br />Tirtayasa, saya berkata, bahwa kerajaannya di Banten, meskipun merdeka, bukan nationale<br />staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanuddin di Sulawesi yang telah membentuk<br />kerajaan Bugis, saja berkata, bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan nationale<br />staat.<br />Nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri dijaman Sri Wijaya dan Majapahit,<br />dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, jikalau tuan-tuan terima<br />baik, marilah kita mengambil sebagai dasar Negara yang pertama : Kebangsaan Indonesia.<br />Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera,<br />bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang<br />bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat. Maaf, Tuan Lim Kun Hian, Tuan tidak mau<br />akan kebangsaan ? Di dalam pidato tuan, waktu ditanya sekali lagi oleh Paduka Tuan Fuku-<br />Kaityoo, Tuan menjawab : “Saya tidak mau akan kebangsaan”.<br />Tuan Lim Kun Hian : Bukan begitu, ada sambungannya lagi.<br />Tuan Sukarno : Kalau begitu, maaf, dan saya mengucapkan terima kasih, karena tuan Lim<br />Kun Hian pun menyetujui dasar kebangsaan. Saya tahu, banyak juga orang-orang Tionghoa<br />klasik yang tidak mau akan dasar kebangsaan, karena mereka memeluk paham<br />kosmopolitisme, yang mengatakan tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa.Bangsa Tionghoa<br />dahulu banyak yang kena penyakit kosmopo-litisme, sehingga mereka berkata bahwa tidak<br />ada bangsa Tionghoa, tidak ada bangsa Nippon, tidak ada bangsa India, tidak ada bangsa<br />Arab, tetapi semuanya “menschheid”, “peri kemanusiaan”. Tetapi Dr. Sun Yat Sen bangkit,<br />memberi penga-jaran kepada rakyat Tionghoa, bahwa ada kebang-saan Tionghoa! Saya<br />mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk dibangku sekolah H.B.S. di Surabaya,<br />saya dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran<br />kepada saya, - katanya : jangan berpaham kebang-saan, tetapi berpahamlah rasa<br />41 of 82<br />kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun<br />17. Tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya, - ialah<br />Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya “San Min Chu I” atau “The Three People’s Principles”,<br />saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan oleh A. Baars itu.<br />Dalam hati saja sejak itu tertanam-lah rasa kebangsaan, oleh pengaruh “The Three people’s<br />principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun<br />Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang<br />dengan perasaan hormat-sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat<br />Sen, sampai masuk ke lobang kubur. (Anggota-anggota Tionghoa bertepuk tangan).<br />Saudara-saudara. Tetapi…. tetapi…..memang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya!<br />Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasional- isme menjadi chauvinisme, sehingga<br />berpaham “Indonesia Uber Alles”. Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air yang satu, merasa<br />berbangsa yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi Tanah Air kita Indonesia hanya<br />satu bahagian kecil saja dari pada dunia! Ingatlah akan hal ini !<br />Gandhi berkata: “Saya seorang nasionalisme, tetapi kebangsaan saya adalah peri kemanusiaan”<br />My nationalisme is humanity”.<br />Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebang-saan yang menyendiri, bukan chauvinisme,<br />sebagai dikobar-kobarkan orang di Eropa, yang mengatakan “Deutschland uber Alles”, tidak<br />ada yang setinggi “Jermania, yang katanya bangsanya minulyo, berambut jagung dan bermata<br />biru, “bangsa Aria”, yang dianggapnya tertinggi diatas dunia, sedang bangsa lain-lain tidak ada<br />harganya. Jangan kita berdiri diatas asas demikian, Tuan-tuan, jangan berkata, bahwa bangsa<br />Indonesialah yang terbagus dan termulya, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju<br />persatuan dunia, persaudaraan dunia.<br />Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menuju pula<br />kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.<br />Justru inilah prinsip saya yang kedua. Inilah filosofisch principe yang nomor dua, yang saja<br />usulkan kepada Tuan-tuan, yang boleh saya namakan “internasionalisme”. Tetapi jikalau saya<br />katakan internasionalisme, bukanlah saya ber-maksud kosmopolitisme, yang tidak mau<br />adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada<br />Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya.<br />Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya<br />nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya<br />internasionalisme. Jadi, dua hal ini, saudara-saudara, prinsip 1 dan prinsip 2, yang pertamatama<br />saya usulkan kepada tuan-tuan sekalian, adalah bergandengan erat satu sama lain.<br />Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar<br />permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara<br />untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat<br />semua”, satu buat semua, semua buat satu”. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk<br />kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan.<br />Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, sayapun, adalah<br />orang Islam,-maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna, -tetapi kalau<br />saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan<br />dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam<br />dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga<br />42 of 82<br />keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan<br />Perwakilan Rakyat.<br />Apa-apa yang belum memuaskan, kita bicara-kan di dalam permusyawaratan. Badan<br />perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam. Disinilah kita<br />usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat, apa-apa yang kita rasa perlu bagi perbaikan.<br />Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar-supaya<br />sebagian yang terbesar daripada kursi- kursi badan perwakilan rakyat yang kita adakan,<br />diduduki oleh utusan-utusan Islam. Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat yang bagian<br />besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar di<br />dalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu,<br />agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam kedalam badan perwakilan<br />ini. Ibaratnya badan perwakilan Rakyat 100 orang anggotanya, marilah kita bekerja, bekerja<br />sekeras-kerasnya, agar supaya 60,70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini<br />orang Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan<br />perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula. Malahan saya yakin, jikalau hal yang demikian itu<br />nyata terjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam benar-benar hidup di dalam jiwa<br />rakyat, sehingga 60%, 70%, 80%, 90% utusan adalah orang Islam, pemuka-pemuka Islam,<br />ulama-ulama Islam. Maka saya berkata, baru jikalau demikian, hiduplah Islam Indonesia, dan<br />bukan Islam yang hanya diatas bibir saja. Kita berkata, 90% dari pada kita beragama Islam,<br />tetapi lihatlah di dalam sidang ini berapa % yang memberikan suaranya kepada Islam? Maaf<br />seribu maaf, saya tanya hal itu! Bagi saya hal itu adalah satu bukti, bahwa Islam belum hidup<br />sehidup-hidupnya di dalam kalangan rakyat. Oleh karena itu, saya minta kepada saudarasaudara<br />sekalian, baik yang bukan Islam, maupun terutama yang Islam, setujuilah prinsip<br />nomor 3 ini, yaitu prinsip permusyawaratan, perwakilan. Dalam perwakilan nanti ada<br />perjuangan sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang hidup betul-betul hidup, jikalau di<br />dalam badan perwakilannya tidak seakan-akan bergolak men-didih kawah Candradimuka,<br />kalau tidak ada perjuangan paham di dalamnya. Baik di dalam staat Islam, maupun di dalam<br />staat Kristen, perjuangan selamanya ada. Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip<br />pewakilan rakyat! Di dalam perwakilan rakyat saudara-saudara Islam dan saudara-saudara<br />Kristen bekerjalah sehebat-hebat-nya. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap<br />letter di dalam peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah matimatian,<br />agar supaya sebagian besar dari pada utusan-utusan yang masuk badan perwakilan<br />Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil-fair play! Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara<br />hidup, kalau tidak ada perjuangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjuangan.<br />Jangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah Subhanahuwa Ta’ala<br />memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan kita sehari-hari, kita selalu<br />bergosok, seakan-akan menumbuk mem-bersihkan gabah, supaya keluar dari padanya beras,<br />dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. Terimalah saudara-saudara,<br />prinsip nomor 3, yaitu prinsip permusyawaratan!<br />Prinsip No.4 sekarang saya usulkan. Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu,<br />yaitu prinsip kesejahteraan. Prinsip : tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka.<br />Saya katakan tadi: prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: nationalism,<br />democracy, socialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang<br />kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang<br />cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi<br />yang cukup memberi sandang- pangan kepadanya? Mana yang kita pilih, saudara-saudara?<br />Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwa-kilan Rakyat sudah ada, kita dengan<br />sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat, di negara-negara Eropa adalah<br />Badan Perwakilan, adalah perlementaire democratie. Tetapi tidaklah di Eropa justru kaum<br />kapitalis merajalela?<br />43 of 82<br />Di Amerika ada suatu badan perwakilan rakyat, dan tidaklah di Amerika kaum Kapitalis<br />merajalela? Tidakkah diseluruh benua Barat kaum Kapitalis merajalela? Padahal ada badan<br />perwakilan rakyat! Tak lain tak bukan sebabnya, ialah oleh karena badan-badan perwakilan<br />rakyat yang diadakan disana itu, sekedar menurut resepnya Fransche Revolutie. Tak lain tak<br />bukan adalah yang dinama-kan democratie disana itu hanyalah politieke democratie saja;<br />semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid,-tak ada keadilan sosial, tidak ada<br />ekonomische democratie sama sekali. Saudara-saudara, saya ingat akan kalimat seorang<br />pemimpin Perantjis, Jean Jaures, yang menggambarkan politieke democratie. “Di dalam<br />Perlementaire Democratie, kata Jean Jaures, tiap-tiap orang mempunyai hak sama. Hak politik<br />yang sama, tiap-tiap orang boleh memilih, tiap-tiap orang boleh masuk di dalam parlement.<br />Tetapi adakah Sociale rechtvaardigheid, adakah kenyataan kesejahteraan dikalangan rakyat?”<br />Maka oleh karena itu Jean Jaures berkata lagi :<br />“Wakil kaum buruh yang mempunyai hak politik itu, di dalam Parlement dapat menjatuhkan<br />minister. Ia seperti Raja! Tetapi di dalam dia punya tempat bekerja, di dalam pabrik,-sekarang<br />ia menjatuhkan minister, besok dia dapat dilempar keluar kejalan raja, dibikin werkloos, tidak<br />dapat makan suatu apa”.<br />Adakah keadaan yang demikian ini yang kita kehendaki?<br />Saudara-saudara, saya usulkan: Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi<br />barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-economische democratie<br />yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! Rakyat Indonesia sudah lama bicara<br />tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan paham Ratu-Adil, ialah sociale<br />rechtvaardigheid. Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan,<br />kurang pakaian, menciptakan dunia-baru yang di dalamnya ada keadilan, dibawah pimpinan<br />Ratu-Adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat,<br />mencinta rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechtvaardigheid ini, yaitu<br />bukan saja persamaan politiek, saudara-saudara, tetapi pun diatas lapangan ekonomi kita<br />harus mengadakan persa-maan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.<br />Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat, hendaknya bukan badan<br />permusya-waratan politieke democratie saja, tetapi badan yang bersama dengan masyarakat<br />dapat mewujud-kan dua prinsip: politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid.<br />Kita akan bicarakan hal-hal ini bersama-sama, saudara-saudara, di dalam badan permusyawaratan.<br />Saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal! Juga di dalam urusan<br />kepala negara, saya terus terang, saya tidak akan memilih monarchie. Apa sebab? Oleh<br />karena monarchie “vooronderstelt erfelijkheid”,-turun-temurun. Saya seorang Islam, saya<br />demokrat karena saya orang Islam, saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya<br />tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala<br />negara, baik kalif, maupun Amirul mu’minin, harus dipilih oleh rakyat? Tiap-tiap kali kita<br />mengadakan kepala negara, kita pilih. Jikalau pada suatu hari Ki Bagus Hadikusumo<br />misalnya, menjadi kepala negara Indonesia, dan mangkat, meninggal dunia, jangan anaknya<br />Ki Hadikusumo dengan sendirinya, dengan otomatis menjadi pengganti Ki Hadikusumo. Maka<br />oleh karena itu saya tidak mufakat kepada prinsip monarchie itu.<br />Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5 ? Saya telah mengemukakan 4 prinsip:<br />1. Kebangsaan Indonesia.<br />2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan.<br />3. Mufakat,-atau demokrasi.<br />4. Kesejahteraan sosial.<br />Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada<br />Tuhan Yang Maha Esa.<br />44 of 82<br />Prinsip Ketuhanan ! Bukan saja bangsa Indo-nesia bertuhan, tetapi masing-masing orang<br />Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut<br />petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhamad s.a.w, orang<br />Budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita<br />semuanya ber-Tuhan. Hen-daknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya<br />dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-<br />Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme-agama”. Dan hendaknya Negara<br />Indo-nesia satu Negara yang bertuhan!<br />Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam, maupun Kristen, dengan cara yang berkeadaban.<br />Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain.<br />(Tepuk tangan sebagian hadlirin). Nabi Muhamad s.a.w telah memberi bukti yang cukup<br />tentang verdraag-zaamheid, tentang menghormati agama-agama lain. Nabi Isa pun telah<br />menunjukkan verdraagzaam-heid itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun<br />ini, sesuai dengan itu, menyatakan: bahwa prinsip kelima dari pada negara kita, ialah<br />Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, Ketuhanan yang<br />hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara<br />menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa!<br />Disinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara-saudara, segenap agama yang<br />ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita<br />akan bertuhan pula!<br />Ingatlah, prinsip ketiga, permufakatan, perwa-kilan, disitulah tempatnya kita mempropagandakan<br />ide kita masing-masing dengan cara yang tidak onverdraagzaam, yaitu dengan cara<br />yang berkebudayaan!<br />Saudara-saudara! “Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca<br />Dharma? Bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti kewajiban, sedang<br />kita membicarakan dasar. Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam<br />lima jumlahnya. Dari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca Indera. Apa lagi yang lima<br />bilangannya? (Seorang yang hadir: Pendawa Lima). Pendawapun lima orangnya.<br />Sekarangpun banyaknya prinsip: kebang-saan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan<br />ketuhanan, lima pula bilangannya.<br />Namanya bukan Panca Dharma, tetapi - saya namakan ini dengan petujuk seorang teman kita<br />ahli bahasa- namanya Paca Sila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah<br />kita men-dirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. (Tepuk tangan riuh).<br />Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh<br />peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah “perasan” yang<br />tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia<br />Merdeka, Weltans-chauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme,<br />kebangsaan dan peri-kemanusiaan, saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya<br />namakan socionationalisme.<br />Dan Demokrasi yang bukan demokrasi barat, tetapi politiek-economische democratie, yaitu<br />politik demokrasi dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan, saya<br />peraskan pula menjadi satu: Inilah yang dulu saya namakan socio-democratie.<br />Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain.<br />Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socio-nationalisme, socio-demokratie, dan ketuhanan.<br />Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak<br />semua Tuan-tuan senang kepada trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja? Baiklah, saya<br />jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?<br />45 of 82<br />Sabagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus<br />mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam<br />buat Indonesia, bukan Hadikusumo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan<br />Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia,- semua buat semua!<br />Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya<br />satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan “gotong-royong”. Negara Indonesia yang<br />kita dirikan haruslah negara gotong-royong! Alangkah hebatnya! Negara Gotong Royong!<br />(Tepuk tangan riuh-rendah).<br />“Gotong-Royong” adalah paham yang dinamis, lebih dinamis dari “kekeluargaan”, saudarasaudara!<br />Kekeluargaan adalah satu paham yang statis, tetapi gotong royong menggambarkan<br />satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Sukarjo satu<br />karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, bersamasama!<br />Gotong-royong adalah pembantingan- tulang bersama, pemerasan-keringat bersama,<br />perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua<br />buat kebahagian semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong<br />Royong! (Tepuk tangan riuh-rendah).<br />Prinsip Gotong Royong di antara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang<br />Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa<br />Indonesia. Inilah, saudara-saudara, yang saya usulkan kepada saudara-saudara.<br />Pancasila menjadi Trisila, Trisila menjadi Eka Sila. Tetapi terserah kepada tuan-tuan, mana<br />yang tuan-tuan pilih: Trisila, Ekasila ataukah Pancasila? Isinya telah saya katakan kepada<br />saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada saudarasaudara<br />ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah<br />menggelora dengan prinsip-prinsip itu. Tetapi jangan lupa, kita hidup di dalam masa<br />peperangan, saudara-saudara. Di dalam masa peperangan itulah kita mendirikan negara<br />Indonesia,- di dalam gunturnya peperang-an! Bahkan saya mengucap syukur alhamduli’llah<br />kepada Allah Subhanahu wata’ala, bahwa kita mendirikan negara Indonesia bukan di dalam<br />sinarnya bulan purnama, tetapi dibawah palu godam peperangan dan di dalam api<br />peperangan. Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan, Indonesia Merdeka<br />yang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah<br />negara Indonesia yang kuat, bukan negara Indonesia yang lambat laun menjadi bubur. Karena<br />itulah saya mengucap syukur kepada Allah s.w.t.<br />Berhubung dengan itu, sebagai yang diusulkan oleh beberapa pembicara-pembicara tadi,<br />barang-kali perlu diadakan noodmaatregel, peraturan yang bersifat sementara. Tetapi<br />dasarnya, isinya Indo-nesia Merdeka yang kekal abadi menurut pendapat saya, haruslah<br />Panca Sila. Sebagai dikatakan tadi, saudara-saudara itulah harus Weltanschauung kita. Entah<br />saudara-saudara mufakatinya atau tidak, tetapi saya berjuang sejak tahun 1918 sampai 1945<br />sekarang ini untuk Weltanschauung itu. Untuk membentuk nasionalistis Indonesia, untuk<br />kebang-saan Indonesia; untuk kebangsaan Indonesia yang hidup di dalam peri-kemanusiaan;<br />untuk pemu-fakatan; untuk sociale rechtvaardigheid; untuk ke-Tuhanan. Panca Sila, itulah<br />yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh tahun. Tetapi, saudara-saudara ,<br />diterima atau tidak, terserah kepada saudara-saudara. Tetapi saya sendiri seinsyaf-insyafnya,<br />bahwa tidak ada satu Weltans-chauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit<br />dengan sendirinya. Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi kenyataan realiteit, jika<br />tidak dengan perjuangan!.<br />Jangan pun Weltanschauung yang diadakan oleh manusia, jangan pun yang diadakan oleh<br />Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin, oleh Sun Yat Sen!<br />46 of 82<br />“De Mensch”,-manusia!-harus perjuangan itu. Zonder perjuangan itu tidaklah ia akan menjadi<br />realiteit! Leninisme tidak bisa menjadi realiteit zonder perjuangan seluruh rakyat Rusia, San<br />Min Chu I tidak dapat menjadi kenyataan zonder perjuangan bangsa Tionghoa, saudarasaudara!<br />Tidak! Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu: zonder perjuangan manusia, tidak ada<br />satu hal agama, tidak ada satu cita-cita agama, yang dapat menjadi realiteit. Jangan pun<br />buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan yang tertulis di dalam kitab Qur’an, zwart op wit<br />(tertulis diatas kertas), tidak dapat menjelma menjadi realiteit zonder perjuangan manusia<br />yang dinamakan ummat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan yang tertulis di dalam kitab<br />Injil, cita-cita yang termasuk di dalamnya, tidak dapat menjelma zonder per-juangan ummat<br />Kristen.<br />Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu, menjadi<br />satu realiteit, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nasionaliteit yang<br />merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan,<br />ingin hidup diatas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan<br />sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan ke-Tuhanan yang<br />luas dan sempurna,-jaganlah lupa akan syarat untuk menyelenggarakannya, ialah perjuangan,<br />perjuangan, dan sekali lagi perjuangan. Jangan mengira bahwa dengan berdirinya negara<br />Indonesia itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata: Di dalam Indonesia<br />Merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnja dengan perjuangan<br />sekarang, lain corak- nya. Nanti kita, bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu padu,<br />berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Panca Sila. Dan<br />terutama dalam zaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah, dalam kalbu<br />saudara-saudara, bahwa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak<br />berani meng-ambil resiko,- tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudra yang<br />sedalam-dalam-nya. Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekad mati-matian<br />untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa<br />Indonesia buat selama-lamanya, sampai ke akhir zaman! Kemerdekaan hanyalah didapat dan<br />dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad “Merdeka”,-merdeka atau<br />mati”!(Tepuk tangan riuh).<br />Saudara-saudara! Demikianlah saya punya jawab atas pertanyaan Paduka Tuan Ketua. Saya<br />minta maaf, bahwa pidato saya ini menjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo jang<br />sedikit lama, dan saya juga minta maaf, karena saya telah mengadakan kritik terhadap catatan<br />Zimukyokutyoo yang saya anggap “verschrikkelijk zwaarwichtig” itu. Terima kasih! (Tepuk<br />tangan riuh rendah dari segenap hadirin). ?zaxantizionishttp://www.blogger.com/profile/17169717358826386748noreply@blogger.com0